PERLINDUNGAN HUKUM MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM REDD+ DI INDONESIA

Authors

  • Hanan Pavita Ihsani

Abstract

Hanan Pavita Ihsani, Imam Koeswahyono, Setiawan Wicaksono

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Jl. MT. Haryono No. 169 Malang

E-mail : hananpavita1998@gmail.com

ABSTRAK

Perubahan iklim adalah salah satu dari berbagai permasalahan lingkungan hidup yang dirasakan oleh masyarakat internasional beberapa tahunterakhir. Mekanisme REDD+merupakan salah satu mekanisme mitigasiperubahan iklim yang melibatkan negara maju dan negara berkembang. Negaraberkembang, memperoleh berbagai bentuk dukungan pendanaan dan teknologiuntuk mengubah jalur pembangunan ekonominya menuju model pembangunanrendah karbon. Mekanisme pemberian kompensasi terhadap negara yangmenjaga kawasan hutan dengan meminimalkan pembukaan hutan danpenurunan fungsi hutan. Perizinan pelaksanaan REDD+ diatur dalam PeraturanMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 70 tahun 2017 tentang TataCara Pelaksanaan Reducing Emissions From Deforestation And Forest Degradation, Role Of Conservation, Sustainable Management Of Forest And Enhancement Of Forest Carbon Stocks. Namun, terdapat kekosongan hukumdalam perarturan tersebut yakni tidak mengatur persyaratan yang mewajibkanpelaku REDD+ terlebih dahulu melakukan konsultasi atau meminta persetujuandari masyarakat adat sebagai pengelola hutan adat. Penelitian ini merupakanjenis penelitian Yuridis Normatif degan pendekatan perundang-undangan,pendekatan konsep, dan pendekatan komparatif. Penelitian ini bertujuanmemberi saran bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat adat yanghutannya akan digunakan untuk pelaksanaan REDD+ berupa peraturan yangbersifat represif dan dapat digunakan sebagai payung hukum pelaksanaanREDD+ di kawasan hutan adat.

Kata Kunci : REDD+, hutan adat, kekosongan hukum

 

ABSTRAK

Climate change has been a global issue in recent years. The mechanism of REDD+ is a mitigation approach of climate change that involves several developed and developing countries. Developing countries receive fund and support of technology in encouragement of changing the economic tendency into a low carbon development model. Compensation is given to forestry countries with the intention to reduce the opportunities of forest opening and to lower forest function. License issued for REDD+ is governed in the Regulation of Minister of Environment and Forestry Number 70 of 2017 concerning Procedure in reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, Role of Conservation, Sustainable Management of Forest and Enhancement of Forest Carbon Stocks. However, this regulation does not govern requirement that requires the parties involved in REDD+ to consult with or to ask for approval of indigenous people in charge of managing indigenous forest. This is a normative juridical research employing statutory, conceptual, and comparative approach, aimed to contribute recommendations regarding legal protection for indigenous people whose forest is to accommodate REDD+. The legal protection may be given in the form of repressive action referred to as a protection for the running of REDD+ taking place in indigenous forest.

Keywords: REDD+, indigenous forest, legal loopholes

Published

2021-02-10

How to Cite

Ihsani, H. P. (2021). PERLINDUNGAN HUKUM MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM REDD+ DI INDONESIA. Brawijaya Law Student Journal. Retrieved from http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/4090

Issue

Section

Articles