PENERAPAN DELIK ADAT DALAM KASUS PENCURIAN BENDA SAKRAL (PRATIMA) DI KABUPATEN KLUNGKUNG BALI (Studi Di Peradilan Desa Pakraman Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung)

Authors

  • Made Bayusmara Gotama Arya

Abstract

Made Bayusmara Gotama Arya, I Nyoman Nurjaya, Abdul Madjid

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Email: bayusmara22@gmail.com

 

ABSTRAK

Hukum adat yang dianut oleh masyarakat Bali ini mencakup semua aspek kehidupan manusia, seperti halnya sumber daya alam, pernikahan, waris dan sebagainya. Pulau Bali khususnya terdapat banyak benda–benda sakral seperti keris, uang logam, dan Pratima. Pratima atau benda sakral tersebut terdiri dari berbagai macam bentuk yang unik serta mengandung nilai sakral dan estetika yang tinggi, disamping itu pula didalam wujud Pratima atau benda sakral itu sendiri dihiasi dengan berbagai macam batu permata ataupun batu alam yang sudah tentu bernilai cukup mahal serta dihiasi pula dengan emas dan perak disetiap ornamennya, adapun jenis-jenis Pratima tersebut biasanya berupa patung singa bersayap, patung dewa dewi, patung naga dan masih banyak lagi bentuk-bentuk lain yang tentunya memiliki nilai magis yang sungguh luar biasa. Belakangan ini sering terjadi kasus pencurian yang obyek pencuriannya adalah benda sakral (benda yang disucikan / dikeramatkan). Pencurian Pratima umumnya tidak saja mengakibatkan kerugian materiil tetapi juga kerugian immateriil yang berakibat terhadap gangguan keseimbangan magis. Kejahatan seperti ini merupakan tindakan yang sangat merugikan masyarakat Bali khususnya yang beragama Hindu karena dianggap sudah merusak keseimbangan hidup masyarakat, pelaku juga dianggap melecehkan aturan adat yang tertuang dalam awig-awig di Bali. Pencurian Pratima atau benda sakral itu merupakan bentuk penodaan terhadap agama dan para pelaku juga dianggap telah merusak cagar alam mengingat Pratima atau benda sakral yang ada di Bali merupakan bagian dari benda cagar budaya dan warisan turun temurun.

Kata kunci: Delik Adat, Pencurian Benda Sakral (Pratima)

 

ABSTRACT

Adat law followed by the society of Bali comprises the whole aspects of the life of human being such as natural resource, marriage, heritance, and so forth. On Bali Island, for example, lie sacred objects like keris, coins, and Pratima. Pratima, a sacred object, is available in several unique shapes that hold sacred values and high esthetics.  This object is also ornamented with diamonds, gold, gems, and silver that are of high values. Pratima is in the shape of a winged lion, statue of God and Goddess, a dragon and some other shapes that hold extraordinary magical values. Recently there have been some cases of theft of the sacred objects. The theft of Pratima not only causes material loss, but it also affects the balance of the magical values. This offense is seen by Hindu societies in Bali as disturbing the balance of life of Balinese, and it violates the adat regulation as written in awig-awig of Bali. The theft of Pratima as a sacred object is considered as the act of violating the religion and vandalising the nature preserve, as this object has existed as part of culture preserve and a heritance throughout generations.

Keywords: adat offense, theft of sacred object (Pratima)

 

Published

2018-07-06

How to Cite

Arya, M. B. G. (2018). PENERAPAN DELIK ADAT DALAM KASUS PENCURIAN BENDA SAKRAL (PRATIMA) DI KABUPATEN KLUNGKUNG BALI (Studi Di Peradilan Desa Pakraman Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung). Brawijaya Law Student Journal. Retrieved from http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/2949

Issue

Section

Articles