HARMONISASI PENGATURAN BRANCHLESS BANKING ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTUR PERMODALAN BANK

Authors

  • Aji Aribowo Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Abstract

Dr. Sihabudin S.H., M.H.[1], Dr. Reka Dewantara S.H., M.H. [2], Aji Aribowo

Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya

Email: ajiaribowo95@gmail.com

 

Abstract: The economic democracy’s principle which is fair and able to provide opportunities to all levels of society to participate in economic activities is still a hope for the people of Indonesia in particular to date. Government as a stakeholder and an economic actor has not shown any significant influence, but that does not mean the government is not trying to make changes. Government has created a program and for that it deserves appreciation. This program is called the Financial Inclusion program launched by President Joko Widodo in 2016 through Presidential Regulation No. 82 year 2016 on the National Strategy of Financial Inclusion. In that the government made it through the branchless banking program initiated by ASF and BI. However, the two authorities apply different requirements to the prosprective oranizing bank which triggered a conflict of regulation from the capital aspect. The research method used in this research was normative juridical method. The findings of this study show that the requirements set by BI state that the requirement stating that candidate bank must be a commercial bank with the category of BOOK IV or with core capital of more than thirty trillion rupiah is considered to be more appropriate to be applied. Given the many risks faced by agents in the implementation of branchless banking, especially compliance and operational risk, then risk management that can mitigate risks arising from both the organizer bank and the agent is needed.

Keywords: Branchless banking, agent, core capital, inclusive.

 

 

Abstrak: Asas demokrasi ekonomi yang adil dan mampu memberikan peluang kepada seluruh lapisan masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan ekonomi sampai saat ini masih menjadi harapan bagi rakyat Indonesia pada khususnya. Peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan sebagai pelaku ekonomi belum menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan, namun bukan berarti pemerintah tidak berupaya untuk melakukan perubahan. Pemerintah melakukan upaya yang patut diapresiasi, yaitu program Inklusi Keuangan yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Inklusi Keuangan. Dalam salah satu upaya yang dilakukan tersebut pemerintah mewujudkannya melalui program branchless banking yang digagas oleh OJK dan BI. Namun kedua otoritas tersebut menerapkan persyaratan yang berbeda bagi calon bank penyelenggara sehingga menimbulkan konflik pengaturan dari aspek permodalannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Hasilnya dalam penelitian ini adalah persyaratan yang ditetapkan oleh BI yang menyatakan bahwa calon bank penyelenggara haruslah bank umum dengan kategori BUKU IV atau modal inti lebih dari tiga puluh triliun rupiah dirasa lebih pantas diterapkan. Mengingat banyaknya risiko yang dihadapi oleh agen dalam pelaksanaan branchless banking terutama risiko kepatuhan dan operasional sehingga diperlukan manajemen risiko yang dapat memitigasi risiko-risiko yang timbul baik dari bank penyelenggara maupun agen.

 

Kata Kunci: Branchless banking, agen, modal inti, inklusif.


[1] Dosen Pembimbing Utama, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

[2] Dosen Pembimbing Kedua, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Published

2017-05-15

How to Cite

Aribowo, A. (2017). HARMONISASI PENGATURAN BRANCHLESS BANKING ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTUR PERMODALAN BANK. Brawijaya Law Student Journal. Retrieved from http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/2345

Issue

Section

Articles