IMPLIKASI YURIDIS PENGESAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PENANGANAN KASUS PELECEHAN SEKSUAL DI INDONESIA

Authors

  • Rana Dewi Salma

Abstract

Rana Dewi Salma, Nurini Aprilianda, Faizin Sulistio

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

e-mail: ranadews@gmail.com

 

ABSTRAK

Penelitian ini mengangkat permasalahan yang sering kali terjadi di masyarakat, yaitu terkait dengan kekerasan seksual dalam bentuk pelecehan seksual. Istilah pelecehan seksual tidak dikenal di dalam KUHP, pelecehan seksual yang memiliki makna yang jauh lebih luas dari Pencabulan yang telah diatur di dalam KUHP dalam penanganannya mengalami hambatan- hambatan terhadap rumusan tindak pidana ataupun deliknya. Dalam menangani kasus pelecehan seksual, masyarakat mendorong adanya suatu kebijakan baru dalam bentuk kebijakan kriminalisasi (Criminal Policy). Hukum pidana merupakan salah satu instrumen yang bertujuan untuk menciptakan keadilan serta melindungi masyarakat dari segala kejahatan yang ada di dalam kehidupan. Hukum pidana dibentuk dengan tujuan sebagai instrumen hukum dengan guna menanggulangi kejahatan sebagai wujud dari penegakan hukum. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan pemerintah pada Selasa, 12 April 2022 telah mensahkan sebuah Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang, Disahkannya RUU TPKS menjadi jawaban atas permasalahan kekerasan seksual di Indonesia dan juga menjadi tanda bahwa kini kekerasan seksual di Indonesia sudah memiliki sebuah payung hukum dalam memerangi persoalan kekerasan seksual yang telah lama ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Dalam menjawab dua rumusan masalah yang ada, maka dalam pembahasannya diperoleh jawaban bahwa pelecehan seksual diatur dalam hukum pidana Indonesia memiliki 2 (dua) alasan yaitu, alasan sosiologis dan alasan yuridis. Dilihat dari alasan yuridis karena sebelum disahkannya UU TPKS, masih belum ada aturan di hukum pidana nasional yang memuat pelecehan seksual secara khusus, sedangkan bila dilihat dari alasan sosiologisnya adalah pelecehan seksual di Indonesia dipengaruhi oleh budaya patriarki yang menimbulkan relasi kuasa, pewajaran tindakan- tindakan melecehkan secara seksual juga didorong dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat yang menganggap remeh pelecehan seksual, selain itu ketidak berpihakan pada korban menimbulkan akibat korban tidak berani melaporkan atau pun bercerita mengenai pelecehan seksual yang dialaminya sehingga pelecehan seksual akan kerap terjadi karena tidak adanya tindakan yang tegas untuk membuat jera kepada pelaku. Disahkannya peraturan perundang-undangan terbaru berupa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merupakan langkah besar dalam memberantas kekerasan seksual di Indonesia, implikasi yuridis disahkannya Undang-Undang tersebut adalah berlakunya asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis karena tidak menutup kemungkinan akan ada konflik norma dalam pelaksanaannya, selain itu dalam perumusan sanksinya masih ditemukan adanya kekurangan terlebih lagi sanksi yang ada dapat menimbulkan over capacity Lapas.

Kata Kunci: Pelecehan Seksual, Implikasi Yuridis, Tindak Pidana Kekerasan Seksual

 

ABSTRACT

This research aims to delve into the sexual harassment issue as this term is not recognized in the Indonesian Penal Code. Sexual harassment with its wider definition than molestation that is governed in the Penal Code faces some hurdles in its handling in terms of either the formulation of the criminal offense or the criminal offense itself. Regarding sexual harassment cases, people demand that criminal policy be enforced. Criminal law is an instrument intended to bring justice and protect the members of the public from all crimes in society and prevent crimes to help enforce the law. The House of Representatives of Indonesia (DPR RI) and the government passed the bill concerning criminal sexual violence (RUU TPKS) into Law on Tuesday, 12 April 2022. This gives the solution to sexual violence cases in Indonesia and serves as the legal protection against the sexual violence that has existed for a long ago. This research employed normative-juridical methods, statutory, and case approaches. The provision governing sexual harassment in the Penal Code is given due to juridical and sociological grounds. In a juridical scope, before Criminal Sexual Violence Law was passed, there were no specific provisions concerning sexual harassment in national criminal law. on the other hand, the sociological ground implies that this sexual harassment in Indonesia is more affected by the culture of patriarchy that results in power relations; normalized sexual harassment is also affected by the habitual behavior of the locals that tends to underestimate sexual harassment. Moreover, impartiality to the victims always discourages them to report the case, allowing it to happen repeatedly and there are no assertive measures taken to deter the offenders. The enactment of Law Number 12 of 2022 is a big leap in eradicating sexual violence in Indonesia. The juridical implication of this enactment follows the principle of Lex Specialis Derogat Legi Generalis since there is a possibility that a conflict of norms may arise in the implementation. Moreover, sanction imposition regarding this case can be another issue since it could lead to overcapacity in Correctional Departments.

Keywords: sexual harassment, juridical implication, criminal sexual violence

Published

2022-08-30

How to Cite

Salma, R. D. (2022). IMPLIKASI YURIDIS PENGESAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PENANGANAN KASUS PELECEHAN SEKSUAL DI INDONESIA . Brawijaya Law Student Journal. Retrieved from http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/4967

Issue

Section

Articles