REHABILITASI SEBAGAI SANKSI YANG DIJATUHKAN KEPADA PECANDU, PENYALAHGUNA, DAN KORBAN PENYALAHGUNA NARKOTIKA SEBAGAI UPAYA MENGURANGI OVERKAPASITAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Authors

  • Alex Imanuel

Abstract

Alex Imanuel, Setiawan Noerdayasakti, Solehuddin

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang

Email : aleximanueel@student.ub.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang penerapan penjatuhan sanksirehabilitasi sebagai sanksi terbaik untuk dijatuhkan kepada pengguna, penyalahguna,dan korban penyalahgunaan narkotika di Indonesia. Penulis memilih tema ini sebagaitopik penulisan karena penulis melihat, bahwa selama ini terjadi overkapasitas padahampir semua Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia, yang telah mencapai angka102%. Dalam berbagai kesempatan, Menteri Hukum dan HAM kerap menyampaikanlebih dari 53% penghuni Lembaga pemasyarakatan adalah mereka yang berlatarbelakang tindak pidana narkotia, baik sebagai bandar, pengedar, maupunpengguna(pecandu) narkotika. Hal ini terjadi karena beberapa faktor. Antara lain,aturan dan ketentuan pada Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotikayang masih belum sempurna, dapat dilihat dari indikator-indikator yang belum jelasmengenai penyebutan pengguna, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan. Adajuga beberapa ketentuan seperti yang ditemukan pada Pasal 103, Pasal 127 undangundangNarkotikayangmasihmembukapeluanglebarbagihakimuntukmenjatuhkan
pidana penjara pada pecandu dan penyalahguna narkotika. Masih banyaknyakekeliruan pada Undang-Undang Narkotika tersebut, besar pengaruhnya terhadapputusan yang dibuat oleh hakim bersifat tidak tepat sasaran, karena menempatkanpecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan sebagai orang yang bersalah.Padahal sejatinya, ketiga kriteria tersebut adalah korban yang membutuhkanpengobatan di pusat rehabilitasi, bukanlah orang-orang yang harus dijatuhkan pidana apalagi penjara, yang tentunya akan berperan dalam meningkatkan angkaoverkapasitas pada Lembaga Pemasyarakatan. Pada rumusan masalah 2 (dua) jugapenulis memberikan masukan berupa penyempurnaan ketentuan dalam UndangUndang Narkotika agar penjatuhan sanksi rehabilitasi efektif mengurangioverkapasitas pada Lembaga Pemasyarakatan, seperti; pengintegrasian pasal 103 danpasal 127 ayat (1) dalam satu ketentuan pasal, karena pada kedua pasal tersebutterjadi konflik hukun (conflict of norm) seperti yang sudah penulis jabarkan dalam babpembahasan. Kemudian perlu dilakukan perlu dilakukan penyempurnaan terhadappasal 127 karena tidak memberikan pendefinisian yang jelas terhadap “penyalah gunabagi diri sendiriâ€. Ketentuan pada pasal 148 tentang pidana pengganti denda jugaperlu disempurnakan, karena terpidana akan lebih memilih untuk menjalankan pidanapenjara 2 (dua) tahun daripada harus membayar denda yang besarannya bisamencapai Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Ketentuan ini tentu tidakefektif untu mengatasi overkapasitas di Lembaga Pemasyarakatan. Dari hal-hal yangsudah dijabarkan diatas, maka diharapkan dilakukan penyempurnaan terhadapketentuan-ketentuan pada Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotikayang masih dianggap keliru agar dapat mengurango overkapasitas pada LembagaPemasyarakatan.

Kata Kunci : Rehabilitasi, overkapasitas, narkotika, pengguna, penjara, LembagaPemasyarakatan.


ABSTRACT

This research is aimed to investigate the rehabilitation imposed as a sanction for drugaddicts, drug abusers, and drug-related victims in Indonesia. This research topicdeparts from the overloaded departments of corrections in Indonesia, with the numberof convicts accounting for 102%. The minister of Law and Human Rights has reportedthat the 53% of the inmates in the departments are drug dealers or drug users. Thisis partly caused by the imperfectly formulated Law Number 35 of 2009 concerningNarcotic where the term user, abuser, and abuse are not carefully formulated.Moreover, articles like 103 and 127 of the law are deemed to give a wider access forjudges to imposing punishment for drug addicts and drug abusers. These glitches aredeemed to significantly affect the verdicts passed by the judges, and these verdictscan be inappropriately addressed to the defendants. Nevertheless, principally, thevictims falling to these three categories require cure in rehabilitation centre, not asinmates in the departments of corrections since more inmates means overloadedcapacity in the departments. For the second research problem, this research alsorecommends that the provisions of Law concerning Narcotic be reviewed andcorrected for more effective reduction of overloaded departments. This correction mayinvolve integrating article 103 and 127 paragraph (1) into one provision since thesetwo articles spark conflict of norm as elaborated in the discussion. Moreover, Article127 needs to be corrected since it does not clearly define ‘abuser in individual scope’.The provision of this Article 148 concerning punishment in replacement of fine alsoneeds correction since it is obvious that defendants will choose to serve two-yearimprisonment over Rp. 8,000,000,000 fine. This provision is seen ineffective toovercome overcapacity in correctional service departments. In conclusion, correctionsas mentioned above need to be taken into account to reduce the overloaded numberof inmates in correctional service departments.

Published

2021-05-18

How to Cite

Imanuel, A. (2021). REHABILITASI SEBAGAI SANKSI YANG DIJATUHKAN KEPADA PECANDU, PENYALAHGUNA, DAN KORBAN PENYALAHGUNA NARKOTIKA SEBAGAI UPAYA MENGURANGI OVERKAPASITAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN. Brawijaya Law Student Journal. Retrieved from http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/4218

Issue

Section

Articles