ANALISIS UNSUR DI MUKA UMUM DALAM PASAL 156a KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI PUTUSAN NOMOR 1612/Pid.B/2018/PN.Mdn DAN NOMOR 1537/Pid.B/2018/PN.Jkt.Utr)

Authors

  • Tito Adi Prabowo

Abstract

Tito Adi Prabowo

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

JL. MT. Haryono Nomor 169, Ketawanggede, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145

e-mail : titoadiprabowow@gmail.com

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang mak yang tepat terkait unsur di muka umum dalam pasal 156a KUHP. Pilihan tersebut dilatar belakangi adanya kekaburan hukum terkait unsur di muka umum dalam pasal 156a KUHP yang terbukti dengan adanya 2 (dua) penafsiran yang berbeda dalam 2 (dua) putusan nomor 1612/Pid.B/2018/PN.Mdn dan Nomor 1537/Pid.B/2018/PN.Jkt.Utr. Adapun jenis penelitian penulis adalah jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan  dan pendekatan kasus, dimana unsur di muka umum dalam pasal 156a KUHP akan dikaji dengan peraturan yang ada, kasus yang terjadi, dan pengertian menurut para ahli. Hasil dari penelitian ini, pada rumusan masalah 1 (satu) telah ditemukan bahwa dari pertimbangan Majelis Hakim pada putusan nomor 1612/Pid.B/2018/PN.Mdn dalam memaknai unsur di muka umum dalam pasal 156a KUHP yang kesatu adalah berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 916K/Pid/1989 tanggal 17 Juni 1989 di muka umum diartikan sebagai di tempat terbuka di suatu lokasi yang dapat dilalui setiap orang atau didatangi oleh setiap orang, dan yang kedua adalah bahwa menurut Drs. PAF Lamintang, S.H., didepan umum dalam rumusan pidana yang diatur dalam pasal 156a KUHP tidak dapat diartikan bahwa perasaan yang dikeluarkan oleh pelaku, atau perbuatan yang dilakukan oleh pelaku selalu harus terjadi di tempat umum, melainkan cukup jika perasaan yang dikeluarkan pelaku dapat didengar oleh publik, atau perbuatan yang dilakukan pelaku dapat dilihat oleh publik. Pada rumusan masalah 2 (dua) telah ditemukan bahwa dari pertimbangan Majelis Hakim pada putusan nomor 1537/Pid.B/2018/PN.Jkt.Utr dalam memaknai unsur di muka umum dalam pasal 156a KUHP yang kesatu adalah bahwa menurut R. Soesilo dalam bukunya KUHP beserta Komentar-Komentarnya dikatakan bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan di muka umum adalah apabila di tempat tersebut dapat dilihat dan dikunjungi oleh oleh banyak orang (di tempat umum), dan yang kedua adalah bahwa menurut Drs. PAF Lamintang, S.H., didepan umum dalam rumusan pidana yang diatur dalam pasal 156a KUHP tidak dapat diartikan bahwa perasaan yang dikeluarkan oleh pelaku, atau perbuatan yang dilakukan oleh pelaku selalu harus terjadi di tempat umum, melainkan cukup jika perasaan yang dikeluarkan pelaku dapat didengar oleh publik, atau perbuatan yang dilakukan pelaku dapat dilihat oleh publik. Dan pada rumusan masalah 3 (tiga), penulis menyimpulkan bahwa makna yang tepat terkait unsur di muka umum dalam pasal 156a KUHP adalah bahwa terdapat 3 (tiga) makna yang tepat terkit unsur di muka umum dalam pasal 156a KUHP tentang tindak pidana penodaan agama. Pertama unsur “tempat umumâ€, kedua unsur “dapat dilihat oleh publikâ€, ketiga unsur “kesengajaan sadar kemungkinan atau dolus eventualis akan diketahuinya suatu perbuatan oleh publikâ€. Untuk konstruksi yuridisnya, makna tepat yang ditemukan selanjutnya diformulasikan ke dalam bentuk Undang-Undang dan diletakkan pada bagian penjelasan Undang-Undang yang nantinya akan terkait.

Kata Kunci : Analisis Yuridis, Unsur di muka umum, Penodaan Agama.

 

ABSTRACT

This research is aimed to find out the definition of the elements of ‘in public’ as stated in article 156a of Criminal Code. This topic is based on the observation of the vague law regarding the elements of the phrase ‘in public’ in article 156a of Criminal Code from which two different interpretations emerged in the two decisions number 1612/ Pid.B/ 2018/ PN.Mdn and Number 1537/ Pid.B/ 2018/ PN.Jkt.Utr. This research employed normative juridical method with statute and case approaches, based on which the elements of in public in the article were studied in line with the existing laws, occurring cases, and definitions from experts. The research result reveals that the former decision was issued based on Indonesian Supreme Court Decision Number 916/Pid/1989 dated 17 June 1989, in which ‘in public’ is defined as ‘open in a particular location’ where people are present or pass by. Secondly, Drs. PAF Lamintang, S.H., argues that, as in the formulation of article 156a of Criminal Code, what is perceived by the perpetrator, or any conducts committed by the perpetrator does not always take place in a public place, but as long as what is perceived by the perpetrator can be heard by public or the act can be seen by public, it is still considered ‘in a public place’. In the latter decision, it is revealed that R. Soesilo, in his book Criminal Code along with its comments, argues that public place is visited by many, in contrary to what has been explained by Drs. PAF Lamintang, S.H., where it cannot always be defined that what is perceived or committed by the perpetrator must always take place in a public place, but it is rather that what is committed by the perpetrator reaches the ear of the public or can be seen by members of public. In the third formulation, the author concludes that there should be three appropriate definitions regarding blasphemy regarding ‘public place’ as in Article 156a of Criminal Code: the element of ‘public place’, the element of ‘can be seen by members of public’, and the element of ‘intentionally aware of a situation or dolus eventualis where public action is about to be found out’. In terms of juridical construction, it is appropriate that it is then formulated into Law and stipulated in the relevant explanation of the Law.

Keywords: juridical analysis, element of the phrase ‘in public’, blasphemy.

Published

2020-12-07

How to Cite

Prabowo, T. A. (2020). ANALISIS UNSUR DI MUKA UMUM DALAM PASAL 156a KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI PUTUSAN NOMOR 1612/Pid.B/2018/PN.Mdn DAN NOMOR 1537/Pid.B/2018/PN.Jkt.Utr). Brawijaya Law Student Journal. Retrieved from http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/4020

Issue

Section

Articles